Monday, August 31, 2015

Rupiah Rontok ke Level Terendah Sejak 1998, RI diambang Krisis?





The People's Bank of China (PBOC) mendevaluasi mata uang yuan selama tiga hari berturut-turut pada 11-13 Agustus 2015 masing-masing kurang lebih sebesar 2 persen. Langkah devaluasi ini sengaja dilakukan oleh PBOC.



Langkah yang dilakukan oleh PBOC tersebut bertujuan untuk mendorong ekspor di pasar global. Dengan nilai mata uang yang rendah, produk-produk dari China akan lebih murah dan bisa bersaing dengan produk dari negara lain.



Krisiskah Indonesia?



Jika ditengok, posisi nilai tukar rupiah saat ini hampir sama dengan posisi nilai tukar rupiah saat krisis di 1998 lalu. Lalu, apakah Indonesia saat ini berpotensi krisis seperti 1998 lalu?



Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan tekanan kurs rupiah terjadi akibat penguatan dolar AS. Penurunan nilai tukar juga terjadi di seluruh mata uang dunia. Kondisi ini berbeda pada saat krisis 1997-1998, nilai tukar rupiah melemah sendiri terhadap dolar AS. Dia menjelaskan, inflasi ketika krisis pun meningkat tajam.



"Ini sangat beda sekali fundamentalnya, jadi tidak ada indikasi akan krisis, karena beda kondisi sekarang aman terkendali seperti inflasi. Kondisi 2008, inflasi luar biasa naik, pertumbuhan negatif sampai 14 persen, sedangkan sekarang aman meski melambat," tegas dia.



Penyebab krisis 1998 lalu juga berbeda dengan kondisi saat ini. Ryan menyebutkan, penyebab krisis di 1998 multi dimensi. “Saat itu kita krisis moneter, krisis perbankan, krisis ekonomi dan krisis politik,” tuturnya. Sehingga, secara ekonomi, tingkat kerusakan yang diakibatkan sangat luar biasa.



Indikator-indikator di 1998 lalu, kekuatan perbankan rentan. Rasio kecukupan modal bank negatif sehingga pemerintah dengan Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan rekapitalisasi perbankan dengan total nilai Rp 640 triliun. Selain itu, pertumbuhan ekonomi di saat itu juga minus 13,7 persen sehingga artinya tidak ada pergerakan apapun di ekonomi nasional.







Angka inflasi di saat pemerintahan Presiden Soeharto tersebut juga cukup mencengangkan yaitu hingga 71 persen yang menyebabkan suku bunga deposito berjalan sampai mendekati angka 55 persen.



Kondisi tersebut jauh berbeda dengan saat ini. Saat ini, Indonesia masi h bisa membukukan pertumbuhan ekonomi 4,7 persen, meskipun pertumbuhan ekonomi tersebut mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat di atas 5 persen.



Sedangkan kekuatan modal perbankan saat ini juga cukup tinggi jika dibandingkan saat krisis 1998 lalu. Saat ini rasio kecukupan modal perbankan berada di atas 20 persen.



LIPUTAN6