Monday, July 27, 2015

Terbukti, Jokowi Tak Bisa Memimpin dengan Baik





Manajemen kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) dinilai sangat buruk. Hal ini terlihat dari seringnya terjadi miskoordinasi antara Jokowi dengan para menterinya, bahkan lebih buruk lagi antara Jokowi dengan dengan wakilnya, Jusuf Kalla.



Begitu pendapat Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman dalam keterangannya kepada redaksi, Kamis (23/7).



"Kunci dari permasalahan ini ada pada Jokowi sendiri," tegasnya.



Bukti terbaru buruknya koordinasi pemerintahan Jokowi nampak dalam menyikapi tragedi Tolikara. Banyak pejabat yang membuat statement berbeda-beda padahal berangkat dari fakta yang sama. Mereka juga mengungkapkan persepsinya masing-masing dan tidak satu suara.



Padahal, kata Jajat, masalah Tolikara adalah masalah serius yang harusnya dapat diantisipasi dengan cepat oleh pemerintah, mengingat isu yang digulirkan adalah isu SARA. Dan jika tidak cepat diselesaikan bukan tidak mungkin kesatuan NKRI akan hancur.



"Ini semua tidak akan terjadi jika Jokowi mampu memimpin anak buah di dalam pemerintahannya dengan baik," kata Jajat.



Presiden Terlemah dalam Sejarah Indonesia



Joko Widodo juga dinilai sebagai presiden terlemah dalam sejarah Indonesia. Hal ini terjadi bukan saja karena Jokowi tidak memiliki modal dukungan politik yang cukup, melainkan juga karena ketidakmampuan pemerintahannya menghadapi situasi ekonomi global yang melemah.



Demikian pandangan analis politik dari Northwestern University, Prof. Jeffrey Winters seperti dikutip Wall Street Journal.



"Jokowi presiden terlemah sejak masa Gus Dur. Dia ditinju oleh tokoh-tokoh politik yang tidak peduli dia jatuh," ujar Jeffrey Winters.



Hal yang paling menonjol yang dicatat WSJ adalah hubungan Jokowi dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang sangat kompleks. Walaupun Mega tidak memiliki posisi formal dalam pemerintahan, tetapi dia sangat mempengaruhi pemerintahan Jokowi.



Di sisi lain, walaupun kini menjadi partai penguasa, setelah selama satu dekade sebelumnya menjadi oposisi, pada faktanya di parlemen PDIP hanya memimpin koalisi kecil.



Orang-orang yang dekat dengan Mega dan Jokowi mengatakan bahwa keduanya kerap bertemu, dan Jokowi sering menerima saran dari Mega.



Beberapa investor asing keberatan dengan hal ini. Menurut mereka, ini memperlihatkan betapa Jokowi terikat pada gagasan nasionalisme yang membuat investasi asing menjadi sulit di Indonesia.



Selain Mega, tokoh politik lain yang saran-sarannya kerap didengarkan Jokowi adalah Aburizal Bakrie dan Prabowo Subianto.



Menurut Jeffrey Winters, kesalahan utama Jokowi karena bergerak terlalu cepat dari seorang walikota kota kecil menjadi pemimpin negara besar seperti Indonesia.



"(Jokowi) membutuhkan waktu yang cukup banyak untuk memilah siapa pemain politik pada level nasional, bagaimana mereka menjalin jaringan, apa agenda mereka dan bagaimana integritas mereka," ujar Jeffrey Winters lagi.



Ekonom dari Standard Chartered, Eric Sugandi, masih seperti dikutip WSJ mengatakan, bila Jokowi menghabiskan waktu terlalu banyak untuk melakukan pekerjaan rumah itu, maka dia terancam kehilangan kredibilitas.



"Saya rasa market sedang menunggu realisasi janji-janji Jokowi," ujarnya.



RMOL