Saturday, August 15, 2015

Jokowi Anugerahi Bos Media yang Jadi Musuh Besar Pers





Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Suwarjono menilai Presiden Jokowi bersikap hipokrit dengan pernyataannya yang diucapkan terkait pemberitaan media. 



Sebab sehari sebelum Jokowi berpidato, ia telah menganugerahkan penghargaan Bintang Mahaputra Utama kepada Surya Paloh, pemilik stasiun televisi MetroTV.



Padahal, lanjut Suwarjono, tahun 2014 lalu AJI mengumumkan bahwa penanggung jawab redaksi stasiun televisi Metro TV yang dimiliki Surya Paloh itu sebagai Musuh Kebebasan Pers.



Menurut AJI, pemilihan Surya Paloh menjadi preseden buruk atas sikap negara terhadap kebebasan pers dan independensi ruang redaksi di Indonesia.



Surya Paloh turut mewarnai wajah buram keberpihakan media saat pemilihan umum 2014.



Sebelumnya diberitakan, AJI menyampaikan tiga sinyalemen yang memperlihatkan kecenderungan Jokowi akan mengekang kebebasan berpendapat serta kebebasan pers.



Pertama, melalui draf rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang akan diajukan pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat.



Sinyalemen kedua, kata Jono, pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, juga tidak berupaya menghapus kriminalisasi atas kebebasan berpendapat di ranah Internet.



Draf revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang disusun Kemenkominfo masih memuat ancaman pemidanaan terhadap kebebasan berpendapat, tidak menghapuskan seperti yang didesakkan oleh masyarakat sipil.



Sinyalemen ketiga, Jono melanjutkan, dari upaya Jokowi membelenggu kebebasan berpendapat adalah seperti disinggung dalam pidatonya di depan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Jumat 14 Agustus 2015.



Presiden Jokowi berpidato, “Lebih-lebih, saat ini ada kecenderungan semua orang merasa bebas, sebebas-bebasnya, dalam berperilaku dan menyuarakan kepentingan. Keadaan ini menjadi semakin kurang produktif ketika media juga hanya mengejar rating dibandingkan memandu publik untuk meneguhkan nilai-nilai keutamaan dan budaya kerja produktif.”



Meski tidak eksplisit, kata Jono, Jokowi menempatkan dua pernyataan tendensius dalam satu paragraf yang sama. Sehingga mengesankan semua media, termasuk yang sungguh-sungguh bekerja melayani publik, sebagai kambing hitam.