Friday, July 31, 2015

Fenomena Calon Tunggal Pilkada, Mahar Capai Rp25 Miliar





Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) I Gusti Putu Artha mengungkap bahwa munculnya fenomena calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2015 terjadi karena perilaku dari partai politik.



“Ini terjadi karena perilaku DPP partai. Dosanya DPP membuat undang-undang yang mengunci calon perseorangan. Syarat dibikin berat, nambah 3 persen sehingga kemudian calon perseorangan jadi mundur,” ujar Putu, Jumat (31/7) malam.



Selain itu, DPP partai politik kata Putu, juga diduga mematok harga mahar yang sangat mahal untuk setiap pasangan bakal calon kepala daerah yang akan diusung.



“Dulu zaman saya (2007-2012), satu kursi Rp100 juta- Rp200 juta masih bisa masuk, sekarang rata-rata Rp1 miliar itu maharnya. Malah kalau disatukan lima kursi, ketika kursi ini sangat menentukan ditawar Rp15 miliar,” ujarnya.



Meski menyebut kemungkinan fenomena calon tunggal antara lain disebabkan mahar yang sangat tinggi, penyebab lain adalah tetap saja karena kekosongan hukum yang ada.



“Harusnya menurut saya level ini di level undang-undang, seperti Perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). Ada dua opsi agar teman-teman di KPU tidak kelabakan,” ujarnya.



Saat ditanya apakah benar pasangan bakal calon yang diusung partai politik rata-rata membayar mahar dalam pilkada, Putu membuka peluang tersebut.



“Iya (membayar mahar). Makanya jangan heran kalau besok banyak bupati yang masuk penjara. Karena perilaku elitenya di Jakarta. Itu sebabnya bakal calon berpikir, dari pada mereka habis uang untuk bayar mahar dan belum tentu menang, ya mending enggak usah nyalon,” ujarnya.



JPNN