Saturday, July 11, 2015

Cina Tuduh Turki ‘Cuci Otak’ Muslim Uighur jadi Teroris!





Seorang pejabat China menuduh warga suku Uighur dari Provinsi Xinjiang, China diberi dokumen identitas di Asia Tenggara oleh para diplomat Turki, dan kemudian dibawa ke Turki dan sebagian dijual untuk berperang dengan kelompok-kelompok militan seperti ISIS dan "dikorbankan di medan perang".



Beijing mengatakan masyarakat minoritas Uighur yang berbicara dalam bahasa Turkic adalah warga negara China, dan mereka yang melarikan diri dari wilayah itu harus kembali ke kampung halaman mereka yang terletak dekat Asia tengah.



“Kedutaan besar Turki di Asia Tenggara akan memberi mereka bukti identitas,” ujar Tong Bishan, kepala divisi Departemen Penyelidikan Keamanan Kementerian Keamanan Masyarakat, kepada wartawan asing di Beijing pada Sabtu (11/7).



“Mereka jelas warga China tetapi mereka diberi identitas sebagai warga negara Turki.”



Tuduhan ini akan membuat marah Ankara, yang sudah prihatin dengan pemulangan lebih dari 100 warga Uighur dari Thailand minggu ini.



Sebagian warga Turki memandang ada kesamaan budaya dan warisan agama dengan warga Uighur.



Ratusan, bahkan mungkin ribuan, warga Uighur yang sangat ingin meninggalkan kerusuhan yang terjadi di wilayah Xinjiang, Cina, diam-diam berangkat ke Turki melalui Asia Tenggara.



Di China terdapat sekitar 20 juta Muslim di berbagai wilayah, dan sebagian kecil adalah Uighur.



Tong mengatakan setelah tiba di Turki, mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, dan sebagian akhirnya bergabung dengan kelompok-kelompok ekstrimis seperti Gerakan Turkestan Timur, yang dituduh Beijing melakukan kampanye pemberontakan di Xinjiang untuk mendirikan negara sendiri.



“Mereka sangat mudah dikendalikan oleh pasukan-pasukan tertentu, terutama Gerakan Islam Turkestan Timur, dan kelompok teroris lain. Mereka mengorganisir kaum muda, mereka mencuci otak mereka, dan mengirim mereka ke garis depan. Mereka dikorbankan di medan perang,” kata Tong.



“Ada semacam kompetisi dari mereka. Sebagian dikirim ke Irak, sebagian lagi ke Suriah. Kelompok-kelompok teroris kekurangan orang. Mereka akan menerima siapa saja. Kelompok teroris bersedia membayar, setidaknya US$2.000 per orang. Itu cara mereka merekrut pejuang.”







Tong, yang memimpin upaya China membawa pulang warga Uighur dari Asia Tenggara, mengatakan tidak tahu jumlah warga suku ini yang berjuang dengan ISIS.



Tetapi dia mengatakan mereka menemukan video dan pesan propaganda di telepon selular dan komputer milik warga Uighur yang dipulangkan. Pesan propanda itu termasuk gambar pejuang yang tewas dan janji mendapatkan kebahagiaan setelah meninggal.



“Kami memberi pendidikan dan bantuan, untuk menjelaskan Islam yang sebenarnya. Mereka mendengar dan menonton ajaran dari imam-imam di internet.”



Tong mengatakan sekelompok warga Uighur telah dikembalikan ke China dari sejumlah negara Asia Tenggara tahun ini, termasuk 109 yang pulang dari Thailand. Tetapi dia tidak memiliki jumlah pasti warga Uighur yang dipulangkan.



Deportasi warga Uighur ini memicu aksi protes, yang terkadang berakhir dengan kekerasan, di Turki tempat sejumlah besar warga Uighur tinggal.



Amerika Serikat dan PBB mengecam deportasi itu dan meminta Thailand menghentikan langkah tersebut dengan mengatakan bahwa warga Uighur bisa mendapat perlakuan kejam di China.



Beijing membantah tuduhan kelompok-kelompok hak asasi manusia bahwa mereka membatasi kebebasan beragama Uighur. China menuduh militan Islam sebagai penyebab terjadi peningkatan serangan kekerasan di Xinjiang dalam tiga tahun terakhir.



Tong mengemukakan kekhawatiran bahwa warga Uighur akan diperlakukan dengan kejam jika kembali di China, adalah upaya untuk “menjelekkan” China, dan mengatakan mereka diperlakukan dengan baik meski beberapa orang yang diduga penjahat akan diajukan ke pengadilan. CNN/REUTERS