Wednesday, July 22, 2015

FPI desak Polisi Adil tangani Teror di Tolikara, “Komentar Pejabat Jangan Meredam-redam Fakta”





Ketua Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (FPI) Ahmad Shabri Lubis meminta Kepolisian menyelesaikan insiden Tolikara dengan seadil-adilnya. Hal tersebut, kata FPI, perlu dilakukan untuk mengantisipasi dampak yang lebih besar dari kasus itu.



"FPI mendorong Kepolisian untuk menegakkan hukum yang berkeadilan, karena kami lihat ada pergeseran yang seakan-akan menganggap ini sebuah permasalahan kecil, tidak tahu dampak ke depannya," ujar Shabri.



FPI mengatakan kerusuhan Tolikara membuat marah muslim karena mencoreng rasa keadilan dan kebebasan dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.



"Komentar para pejabat jangan meredam-redam fakta saja, seolah seperti dialihkan. Itu namanya menyepelekan sehingga bisa memunculkan ketidakadilan," kata Shabri.



Shabri mengatakan, kasus intoleran terhadap umat Islam beberapa kali terjadi di wilayah Indonesia bagian timur. Oleh sebab itu ia berharap polisi bertindak serius dalam membangun toleransi antarumat beragama.



Shabri juga mengapresiasi tindakan cepat aparat kepolisian dalam menangani insiden di Tolikara. Namun ia tetap meminta pihak keamanan maupun pemerintah tidak menganggap remeh kasus-kasus dengan sentimen agama.



Saat Hari Raya Idul Fitri Jumat pekan lalu (17/7) terjadi penyerangan terhadap jemaah salat Id di Tolikara. Penyerangan membuat jemaah salat Id bubar, sementara para penyerang mereka lantas membakar beberapa bangunan rumah, kios, dan musala.



Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang Minggu (19/7) menyambangi Tolikara mengatakan akar masalah insiden Tolikara salah satunya berada pada miskomunikasi antara polisi, GIDI, dan Bupati Tolikara. Hal itu bermula dengan keluarnya surat edaran yang ditandatangani oleh Presiden GIDI Dorman Wandikmbo pada 11 Juli --namun kemudian Presiden GIDI membantah mengeluarkan surat itu.



“Mengingat akan diselenggarakannya Seminar dan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Injili Pemuda Tingkat Pusat bertaraf nasional/internasional pada tanggal 15-20 Juli 2015, maka diminta kepada pihak muslim agar tidak melakukan kegiatan peribadatan di lapangan terbuka, tidak menggunakan pengeras suara, dan ibadahnya cukup dilakukan di dalam musala atau ruangan tertutup,” demikian kutipan isi surat edaran tersebut.