Saturday, August 8, 2015

NU Terpecah Belah, Hasyim Muzadi Tolak Said Aqil Pimpin NU





Ormas terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama (NU) sedang dalam krisis konflik setelah helatan Muktamar NU ke-33 yang baru selesai dilaksanakan di Jombang.



Mencuatnya konflik pasca Muktamar tersebut datang setelah kemarin sore, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) asal Kota Malang yakni KH Hasyim Muzadi menolak hasil muktamar Jombang. Dari kediamannya di Jalan Cengger Ayam, Kota Malang, mantan Ketua Tanfidiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini menolak hasil Muktamar Jombang.



Menurut dia, Muktamar Jombang yang menghasilkan Ketua Tanfidiyah KH Said Aqil Sirodj dan Rois Am KH Ma'ruf Amin dinilai tidak sesuai aturan.



"Kalau konsep yang dihasilkan muktamar mungkin menerima, tapi kalau pemimpin yang dihasilkan dari muktamar ini saya menolak," kata dia dalam konfrensi pers kemarin.



Pria yang dalam muktamar Jombang mencalonkan diri sebagai Rois Am ini menambahkan, ada sejumlah hal yang ditabrak oleh Muktamar Jombang. Salah satunya adalah tidak memenuhi kuorum-nya pemilihan ketua tanfidiyah yang menghasilkan KH Said Aqil Sirodj sebagai pemenang.



Kiai Hasyim berkesimpulan kalau forum pemilihan yang dilaksanakan di Alun-Alun Jombang ini karena pada waktu bersamaan, dirinya dengan Calon Ketua Tanfidiyah yang lain yakni KH Sholahudin Wahid mengumpulkan pimpinan NU dari wilayah dan cabang di Pesantren Tebuireng.



Dari hasil mengumpulkan pimpinan NU inilah, menurut Kiai Hasyim diketahui kalau totalnya ada 401 pimpinan wilayah dan cabang. Jumlah ini sangat banyak karena total pimpinan wilayah dan cabang yang punya hak suara hanya 508.



Nah, karena inilah, menurut Kiai Hasyim tidak mungkin muktamar di Alun-Alun Jombang kuorum karena pimpinan wilayah dan cabang mayoritas berada di Tebuireng. "Bisa dicek kalau di Tebuireng memang jumlahnya 401," tambahnya.



Saat ditanya soal muktamar di alun-alun yang dari hitungan pimpinan sidang sudah kuorum karena terdapat 378 pimpinan wilayah dan cabang dari total 508, Kiai Hasyim mempertanyakan hal tersebut.



"Tidak mungkinlah kalau di sini (Tebuireng) kuorum dan di sana (alun-alun) juga kuorum," papar pria kelahiran 8 Agustus 1944 ini.



Selain itu, menurut dia Muktamar NU di Jombang juga sudah tidak sehat. Salah satunya adalah sifat semena-mena panitia kepada muktamirin atau peserta muktamar."Dalam proses LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban), tidak ada pandangan umum dari cabang-cabang," kata dia.



"Selain itu, para kiai juga tidak dihormati karena sering dimarah-marahin oleh banser," tambahnya.



Karena inilah, ketika Kiai Hasyim akan dijadikan Rois Am oleh Peserta Muktamar yang ada di Tebuireng, Kiai Hasyim tidak mau. Dia juga tidak mencalonkan dari Muktamar yang ada di Alun-Alun Jombang.



"Karena saya malu menjadi Rois Am dari proses muktamar yang abal-abal," jelas pria yang saat ini menjabat sebagai dewan pertimbangan presiden ini.



Selanjutnya, karena aneka macam alasan yang dia paparkan itu, menurut dia saat ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sedang vakum. Dalam artian, tidak ada pengurus yang sah karena pemimpin yang dipilih cacat secara konstitusi organisasi. "PBNU itu sekarang seperti punya badan tapi tidak punya kepala," urainya.



Karena inilah, Kiai Hasyim ingin PBNU melakukan muktamar ulang. Bahkan, menurut dia banyak sejumlah pengurus wilayah dan cabang yang juga ingin melaksanakan muktamar ulang.



JPNN